[caption id="attachment_598" align="alignleft" width="375"] Butuh Bantuan - Paeran didampingi Sumarni (istri) membutuhkan bantuan para dermawan untuk membantu kesembuhan penyakit yang dideritanya.[/caption]
LABUHANBATU | Ketika para pejabat dan tokoh Organisasi kemasyarakatan (Ormas)di Labuhanbatu asik menghamburkan dana bantuan social (Bansos), sejumlah warga yang berhak mendapatkannya justru menjalani hidup dengan segala keprihatinan. Alhasil, dana untuk membantu para warga miskin di daerah itu habis hanya untuk proses pencitraan pejabatnya.
Seharusnya, kategori keluarga yang layak mendapatkan bansos di Labuhanbatu itu seperti keluarga Paeran (60) dan Sumarni (52) istrinya. Pasutri ini, terdata sebagai warga Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Rantau Utara, Labuhanbatu. Takdir mesti mengharuskan mereka hidup dalam kemiskinan. Ironisnya, kepedulian Pemerintah kepada mereka jauh dari jargon yang didengungkan.
Kehidupan Paeran, penuh keprihatinan. Setelah menderita penyakit kulit yang belum jelas jenis penyakitnya, dia tidak bisa lagi bekerja. Tak hanya itu, penyakit yang mendera bahagian kakinya yang semakin mengecil, juga akhirnya mengakibatkan kelumpuhan pada kakinya. Belasan tahun sudah Paeran menderita penyakit yang menggerogoti seluruh tubuhnya.
Rasa gatal pada kulit bersisik dengan bercak bercak merah merata nyaris menutup sekujur tubuhnya, terutama kedua kaki hingga bawah perut maupun sampai ke selangkangan. Akibat penyakit itu juga, jari tangan dan kaki terasa kaku dan sulit digerakkan dengan sempurna. Penyakit itu juga menyebar hingga perut, punggung dan wajah yang berakibat leher Paeran tidak bisa digerakan.
MEMPRIHATINKAN
Paeran didampingi istrinya, Marni (52) ketika disambangi, di kediamannya, Rabu (11/9/2014) tampak hidup dengan jauh di bawah dari kata layak. Rumah kontrakan ukuran 3x4 meter yang bernilai sewa Rp120ribu perbulan terletak di kawasan Jalan Taruna 45 sekira 100 meter dari Jalan Adam Malik Rantauprapat. Sejumlah perabotan rumah tangga yang sederhana dan param oles terletak di bagian tertentu rumah itu.
Dalam kesempatan kunjungan sejumlah jurnalis, Paeran ke kediamannya menuturkan, penyakit kulit sudah dideritanya sejak belasan tahun lalu. Pria yang dahulunya ringan tangan membantu warga yang membutuhkan dan memiliki kemampuan untuk memawang hujan tersebut saat ini harus tersiksa menanggungkan rasa gatal bukan kepalang dari bercak-bercak merah yang timbul di kulit tubuhnya yang juga sering terkelupas.
"Kalau kami orang kampung nyebut penyakit ini seperti penyakit yang diguna-guna. Ya, macam ginila akhirnya. Ketika kambuh, di kisaran jam 22.00 WIB malam waduh sangat gatal sekali, kaku disertai dengan badan bergerak-gerak sendiri, aku nggak tau kenapa ini kaki dan tanganku seperti ada yang menarik narik," tutur Paeran.
Perobatan penyakit kulit itu berulang kali dilakukan. Tak ayal, karena untuk memenuhi biaya perobatan itu pula mereka terpaksa menjual tanah dan rumah tinggal. Yang pada akhirnya harus mengontrak rumah warga lainnya. Meski demikian, penyakit tak kunjung sembuh. Jari-jari kaki Paeran juga sudah tidak bisa digerakan lagi secara normal begitu seterusnya hingga menyebabkan permukaan kulit menjadi keras dan kaku.
ISTRI JADI TULANG PUNGGUNG KELUARGA
Tak mau pasrah, perobatan juga pernah dilakukan dengan memanfaatkan layanan medis perobatan gratis program Pemkab Labuhanbatu. Seminggu diopname di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat, tapi mereka memilih pulang, karena layanan medis yang diberikan jauh dari harapan.
"Pernah berobat ke rumah sakit. Tapi, cuma gitu-gitu aja. Obatnya hanya jenis vitamin," ujar Sumarni seraya memastikan jika darah maupun urine suaminya tak pernah dilakukan uji laboratorium. "Tak pernah," katanya menjawab pertanyaan jurnalis.
Meski tampak "mengerikan" bagi sebahagian orang sehingga orang yang menglihatnya takut ketularan, tapi penyakit tersebut tidak menular. "Penyakit suamiku tidak menular, buktinya saya mengurusinya sudah 10 tahun tidak menulari diriku," sebut Sumarni.
Penyakit kulit belum terdekteksi jenisnya dan cara penyembuhannya, Paerah mesti dihadapkan dengan kondisi ironis lainnya. Bahkan enam bulan terakhir, tulang kaki di bawah lutut justru sudah tak bias digerakkan lagi untuk berjalan.
Untuk berjalan, mesti membutuhkan bantuan orang lain. Untuk keperluan itu semua, sang istri tercintalah yang selalu setia menjaga dan membantu dirinya setiap hari. Baik untuk keperluan saat mau makan, buang air maupun menyalakan lampu penerang ruangan berdaya 10 watt bantuan tetangga sebelah rumah.
Sumarni, sang istri, kini menggantikannya menjadi tulang punggung untuk mengurusi suaminya. Segala macam obat, baik obat dari dokter maupun tradisional sudah dimanfaatkan demi menyembuhkan penyakit kulit yang diduga juga membuatnya lumpuh itu. Dirinya hidup atas bantuan dari anak pertama yang bekerja buruh bangunan di Rantauprapat.
"Kalau ada duit kami berobat, tapi kalau tidak ada duit ya tidak berobat. Biaya hidup anak yang membantu," urai Paeran.
Keluarga Paeran saat ini sangat mengharapkan dan membutuhkan uluran tangan para dermawan dan pemerintah daerah, untuk membantu pengobatan penyakit kulit yang ia deritanya. "Hanya itu saja yang kami harapkan, kami tidak punya apa-apa," ucapnya.
Menurutnya, dia berkeinginan jika dapat berobat ke Rumah Sakit di Medan. Rumah Sakit yang lebih memiliki kemampuan medis yang lebih maju. Tapi, dengan bantuan biaya para dermawan. Karena, untuk membiayai itu, mereka mengaku tidak mampu.
"Maklumlah, lihat sendiri keadaan ekonomi kami ini. Kami tidak punya biaya kalau sampai berobat ke Medan sana, ya akhirnya kami pasrah seperti ini sajalah. Syukur jika ada yang peduli," harap Paeran. [jar]
Tidak ada komentar