Sprai RSUD Rantauprapat Habis, Keluarga Pasien Protes

Share:
RANTAUPRAPAT - Keluarga pasien RSUD Rantauprapat memprotes buruknya pelayanan di rumah sakit itu. Pasalnya,  kain sparai tempat tidur di ruang kelas dua rumah sakit itu dinyatakan habis oleh pihak rumah sakit. Alhasil, pihak keluarga pasien harus membeli kain selendang sendiri untuk dijadikan sprai di tempat tidur tersebut.

 

Aksi protes itu disampaikan Jansen Nainggolan (38), warga Rantauprapat. Kejadian itu berawal, pada Kamis (21/11/2014) malam, saat dirinya mengantar kakaknya Lisnawati Br Sinaga (43) ke RSUD Rantauprapat karena mengalami sakit kepala usai melakukan cuci darah. Sesampainya di rumah sakit itu, Lisnawati pun disarankan untuk menjalani perawatan di ruang rawat inap kelas 2 RSUD Rantauprapat.

"Karena katanya kamar lain sudah penuh, yang kosong cuma di kelas dua, makanya kita setuju di rawat disana," jelasnya.

 

Namun kata Jansen, di ruang kelas dua itu, kasur tidur yang diberikan kepada Lisnawati tampak tidak mengenakan sprai. "Nah waktu kita tanya sama perawat, dia bilang sprainya habis, terus ku mintak yang kotor pun jadi lah, tapi dibilangnya, jangankan yang kotor, yang koyak-koyakpun gak ada," jelasnya.

 

Lantaran tak sanggup melihat kakaknya tidur di kasur tak bersprai itu, Jansen pun terpaksa membeli sebuah kain panjang untuk dijadikan sprai. "Tengah malam itulah kucari jual kain panjang, dapatlah harga Rp34 ribu kubeli, barulah kain itu kujadikan sprai," katanya.

 

Hal inipun menurut Jansen, sebagai salah satu bukti tentang buruknya pelayanan di rumah sakit milik pemerintah itu. "Padahal kita sangat tau bahwa pendapatan RSUD Rantauprapat ini sangat besar, masak untuk membeli sprai saja tidak bisa, kemana uang pendapatan itu mereka tarok?," kesalnya.

 

Kekesalan yang sama juga disampaikan DR H Freddy Simangunsong MBA yang juga mengeluhkan buruknya pelayanan di rumah sakit itu.

 

Tokoh pemuda di Labuhanbatu itu menceritakan, beberapa hari yang lalu, seorang keponakannya bernama Febri dirawat di RSUD Rantauprapat karena mengalami sakit dibagian perut. Tapi pada keesokan harinya, kondisi kesehatan keponakannya itu semakin parah. Namun saat itu, tak satupun dokter yang tampak menangani kepolnakannya itu. "Alhasil, keponakanku itu hanya disuntik seorang perawat," ujarnya.

 

Usai disuntik perawat itulah, Febri pun langsung kejang-kejang hingga akhirnya meninggal dunia. "Nah saat itu adik saya yang merupakan ayah keponakanku itu langsung mengamuk karena merasa anaknya ditelantarkan tanpa penanganan dokter, saat itu juga adikku itu mengamuk membalik-balikkan meja dan kursi di ruang perawat itu, itulah sangkin kesalnya dia dengan pihak rumah sakit," terangnya.

 

Uniknya, kata Ferddy, beberapa hari setelah kejadian itu, seorang cucunya kembali dirawat di rumah sakit itu. Tiba-tiba  keadaan pun berubah di rumah sakit itu. "Saat itu lima menit sekali datang perawat menengok cucuku, rupanya setelah kuselidiki mereka takut, katanya adikku saja mengamuknya luar biasa, apalagi si Freddy nya, gawatlah rumah sakit ini, begitulag info yang kudengar," ungkapnya.

 

"Nah, apakah harus ditakuti dulu, baru dilayani, bagaimana kalau masyarakat biasa yang masuk rumah sakit itu, kejadiannya ya seperti keluarga si Jansen itulah, sprai pun gak ada," tambahnya.

 

Sementara Direktur RSUD Rantauprapat dr Pohan yang dikonfirmasi, Jumat (21/11/2014) mengatakan, pihaknya selalu menyiagakan dokter jaga di IGD RSU Rantauprapat. "Standby dua dokter setiap hari di IGD, jadi gak mungkin gak ada dokter di rumah sakit," ungkapnya kepada wartawan melalui pesan singkat. Namun ketika disinggung mengenai sprai kamar rumah sakit yang dinyatakan habis, dr Pohan tak lagi membalas pesan singkat wartawan. [nik/jar]

Tidak ada komentar