MEDAN| Agenda Komisi VIII DPR RI pada masa persidangan III 2014-2015 difokuskan pada tiga hal pokok. Pertama, menyelesaikan tugas-tugas panja BPIH. Kedua, menyelesaikan tugas panja penanggulangan bencana. Ketiga, memulai pembahasan RUU prolegnas yang diamanatkan ke komisi VIII yaitu RUU Disabilitas dan RUU penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.
"Komisi VIII menargetkan akan menyelesaikan pembahasan soal BPIH pada masa persidangan ini. Harapannya, semakin cepat BPIH ditetapkan, semakin cepat pula masyarakat bisa melunasi BPIH-nya. Demikian juga pemerintah bisa segera mempersiapkan pelaksanaan ibadah haji lebih matang. Dengan begitu, kita berharap kualitas pelaksanaan ibadah haji bisa semakin lebih baik," ujar Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay beberapa saat lalu kepada EdisiMedan.Com, Rabu (25/3/2015).
Terkait panja penanggulangan bencana, Anggota DPR dari Fraksi PAN itu berharap panja dapat merumuskan laporan kerjanya terkait penanganan bencana, baik dari sisi penganggaran dan juga regulasi.
Indonesia dikenal sebagai daerah rawan bencana, Komisi VIII berharap agar kegiatan dan program penanggulangan bencana bisa semakin ditingkatkan. Laporan dan hasil rekomendasi panja tersebut akan disampaikan ke pemerintah untuk segera diitindaklanjuti.
"Dari sisi fungsi legislasi, sesuai dengan hasil rapat baleg beberapa waktu lalu, komisi VIII akan mengagendakan pembahasan kedua RUU yang disebutkan di atas. Pasalnya, kedua RUU tersebut sudah pernah dibahas pada periode yang lalu dan sekarang tinggal melanjutkan. Diharapkan kedua RUU tersebut segera dapat diselesaikan agar bisa lebih cepat diimplementasikan," ujar Saleh yang terpilih dari Dapil Sumut II itu.
Dorong Anggaran Kementrian PPA
Selain itu, komisi VIII juga akan membicarakan soal kemungkinan dinaikkannya anggaran kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Komisi VIII menilai bahwa program-program yang disusun kementerian tersebut selama ini belum bisa menyahuti berbagai problematika yang menimpa perempuan dan anak. Kendala utamanya adalah anggaran.
"Bayangkan, tahun 2015 ini, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran kementerian PP/PA sebesar 217 M. Enam puluh persen dari anggaran itu dipergunakan untuk belanja pegawai. Sementara, sebanyak 12 M dialokasikan untuk anggaran KPAI. Setelah diteliti, anggaran tersebut tidak jauh berbeda dari anggaran tahun 2014 yang lalu. Wajar jika kemudian program PP/PA hanya semacam duplikasi dari tahun-tahun sebelumnya," jelas alumni Colorado State University, Amerika Serikat itu.
Oleh karena itu, komisi VIII memandang perlu mengundang Bapenas dan Kemenkeu untuk menjelaskan masalah ini. Diharapkan, kedua kementerian lembaga tersebut dapat memfasilitasi agar anggaran kementerian PP/PA dapat ditingkatkan. Setidaknya, kementerian PP/PA ini bisa setara dengan kementerian-kementerian lain.
"Pemerintah tentu tidak arif jika kementerian PP/PA ini dianaktirikan. Bagaimana mau memberdayakan perempuan dan melindungi anak jika anggarannya selalu minim. Padahal, persoalan perempuan dan anak semakin banyak dan semakin kompleks," demikian Saleh Partaonan Daulay. [ded]
Tidak ada komentar